PENDAHULUAN
Pada akhir tahun 1700-an dan awal
tahun 1800-an, pencernaan daging oleh sekresi perut
dan konversi pati menjadi gula
oleh ekstrak tumbuhan dan ludah telah diketahui. Namun,
mekanisme bagaimana hal ini terjadi belum diidentifikasi. Pada abad ke-19,
ketika mengkaji fermentasi gula menjadi alkohol oleh ragi,
Louis Pasteur menyimpulkan bahwa fermentasi ini
dikatalisasi oleh gaya dorong vital yang terdapat dalam sel ragi, disebut
sebagai "ferment", dan diperkirakan hanya berfungsi
dalam tubuh organisme hidup. Ia menulis bahwa "fermentasi alkoholik adalah
peristiwa yang berhubungan dengan kehidupan dan organisasi sel ragi, dan
bukannya kematian ataupun putrefaksi sel tersebut. Pada tahun 1878, ahli
fisiologi Jerman Wilhelm
Kühne (1837–1900) pertama kali menggunakan istilah "enzyme",
yang berasal dari bahasa Yunani ενζυμον
yang berarti "dalam bahan pengembang" (ragi), untuk menjelaskan
proses ini.
Kata "enzyme"
kemudian digunakan untuk merujuk pada zat mati seperti pepsin,
dan kata ferment digunakan untuk merujuk pada aktivitas kimiawi yang
dihasilkan oleh organisme hidup. Pada tahun 1897, Eduard Buchner memulai kajiannya mengenai
kemampuan ekstrak ragi untuk memfermentasi gula walaupun ia tidak terdapat pada
sel ragi yang hidup. Pada sederet eksperimen di Universitas Berlin,
ia menemukan bahwa gula difermentasi bahkan apabila sel ragi tidak terdapat
pada campuran. Ia menamai enzim yang memfermentasi sukrosa sebagai "zymase"
(zimase).
Pada tahun 1907, ia menerima penghargaan Nobel dalam bidang kimia
"atas riset biokimia dan penemuan fermentasi tanpa sel yang
dilakukannya". Mengikuti praktek Buchner, enzim biasanya dinamai sesuai
dengan reaksi yang dikatalisasi oleh enzim tersebut. Umumnya, untuk mendapatkan
nama sebuah enzim, akhiran -ase ditambahkan pada nama substrat
enzim tersebut (contohnya: laktase,
merupakan enzim yang mengurai laktosa) ataupun pada jenis
reaksi yang dikatalisasi (contoh: DNA
polimerase yang menghasilkan polimer DNA). Penemuan bahwa enzim
dapat bekerja diluar sel hidup mendorong penelitian pada sifat-sifat biokimia
enzim tersebut. Banyak peneliti awal menemukan bahwa aktivitas enzim
diasosiasikan dengan protein, namun beberapa ilmuwan seperti Richard Willstätter
berargumen bahwa proten hanyalah bertindak sebagai pembawa enzim dan protein
sendiri tidak dapat melakukan katalisis. Namun, pada tahun 1926, James B. Sumner berhasil mengkristalisasi enzim urease
dan menunjukkan bahwa ia merupakan protein murni.
Kesimpulannya adalah bahwa protein murni dapat berupa enzim
dan hal ini secara tuntas dibuktikan oleh Northrop dan Stanley
yang meneliti enzim pencernaan pepsin (1930), tripsin, dan kimotripsin. Ketiga
ilmuwan ini meraih penghargaan Nobel tahun 1946 pada bidang kimia. Penemuan
bahwa enzim dapat dikristalisasi pada akhirnya mengijinkan struktur enzim
ditentukan melalui kristalografi
sinar-X. Metode ini pertama kali diterapkan pada lisozim,
enzim yang ditemukan pada air mata, air ludah, dan telur putih, yang mencerna
lapisan pelindung beberapa bakteri. Struktur enzim ini dipecahkan oleh
sekelompok ilmuwan yang diketuai oleh David Chilton Phillips dan dipublikasikan pada tahun 1965.
Struktur lisozim dalam resolusi tinggi ini menandai dimulainya bidang biologi
struktural dan usaha untuk memahami bagaimana enzim bekerja pada
tingkat atom.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian dari enzim
Enzim adalah biomolekul yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi
tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia. Hampir semua enzim merupakan protein. Pada reaksi yang dikatalisasi oleh
enzim, molekul awal reaksi disebut sebagai substrat,
dan enzim mengubah molekul tersebut menjadi molekul-molekul yang berbeda,
disebut produk. Hampir semua proses biologis sel memerlukan enzim agar dapat
berlangsung dengan cukup cepat. Dan banyak para ahli yang mengungkapkan tentang
definisi tentang enzim yang antaranya adalah,
Enzim ialah suatu zat yang dapat mempercepat laju reaksi dan ikut
beraksi didalamnya sedang pada saat akhir proses enzim akan melepaskan diri
seolah – olah tidak ikut bereaksi dalam proses tersebut.
Enzim
merupakan reaksi atau proses kimia yang berlangsung dengan baik dalam tubuh makhluk
hidup karena adanya katalis yang mampu mempercepat reaksi. Koenzim mudah
dipisahkan dengan proses dialisis. Enzim berperan secara lebih spesifik dalam
hal menentukan reaksi mana yang akan dipacu dibandingkan dengan katalisator
anorganik sehingga ribuan reaksi dapat berlangsung dengan tidak menghasilkan
produk sampingan yang beracun. Enzim terdiri dari apoenzim dan gugus prostetik.
Apoenzim adalah bagian enzim yang tersusun atas protein. Gugus prostetik adalah
bagian enzim yang tidak tersusun atas protein. Gugus prostetik dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu koenzim (tersusun dari bahan organik) dan
kofaktor (tersusun dari bahan anorganik).
B.
Kinerja Enzim
Molekul selalu bergerak dan bertumbukan
satu sama lain. Jika suatu molekul substrat menumbuk molekul enzim yangtepat maka akan menempel pada
enzim. Tempat menempelnya molekul substrat pada enzim disebut dengan sisi
aktif.
Ada dua teori yang menjelaskan mengenai cara kerja enzim yaitu:
1. Teori kunci dan gembok
Teori ini diusulkan oleh Emil Fischer pada 1894. Menurut teori ini, enzim bekerja sangat spesifik. Enzim dan substrat memiliki bentuk geometri komplemen yang sama persis sehingga bisa saling melekat.
Teori ini diusulkan oleh Emil Fischer pada 1894. Menurut teori ini, enzim bekerja sangat spesifik. Enzim dan substrat memiliki bentuk geometri komplemen yang sama persis sehingga bisa saling melekat.
2. Teori ketepatan induksi
Teori ini diusulkan oleh Daniel Koshland pada 1958. Menurut teori ini, enzim tidak merupakan struktur yang spesifik melainkan struktur yang fleksibel. Bentuk sisi aktif enzim hanya menyerupai substrat. Ketika substrat melekat pada sisi aktif enzim, sisi aktif enzim berubah bentuk untuk menyerupai substrat. Akibatnya, substrat tidak berikatan dengan tapak aktif yang kaku. Orientasi rantai samping asam amino berubah sesuai dengan substrat dan mengijinkan enzim untuk menjalankan fungsi katalitiknya. Pada beberapa kasus, misalnya glikosidase, molekul substrat juga berubah sedikit ketika ia memasuki tapak aktif. Tapak aktif akan terus berubah bentuknya sampai substrat terikat secara sepenuhnya, yang mana bentuk akhir dan muatan enzim ditentukan.
Teori ini diusulkan oleh Daniel Koshland pada 1958. Menurut teori ini, enzim tidak merupakan struktur yang spesifik melainkan struktur yang fleksibel. Bentuk sisi aktif enzim hanya menyerupai substrat. Ketika substrat melekat pada sisi aktif enzim, sisi aktif enzim berubah bentuk untuk menyerupai substrat. Akibatnya, substrat tidak berikatan dengan tapak aktif yang kaku. Orientasi rantai samping asam amino berubah sesuai dengan substrat dan mengijinkan enzim untuk menjalankan fungsi katalitiknya. Pada beberapa kasus, misalnya glikosidase, molekul substrat juga berubah sedikit ketika ia memasuki tapak aktif. Tapak aktif akan terus berubah bentuknya sampai substrat terikat secara sepenuhnya, yang mana bentuk akhir dan muatan enzim ditentukan.
Ada banyak faktor yang mempengaruhi kerja
enzim, yaitu:
1. Suhu
Semakin tinggi suhu, kerja enzim juga akan meningkat. Tetapi ada batas maksimalnya. Untuk hewan misalnya, batas tertinggi suhu adalah 40ºC. Bila suhu di atas 40ºC, enzim tersebut akan menjadi rusak. Sedangkan untuk tumbuhan batas tertinggi suhunya adalah 25ºC.
Semakin tinggi suhu, kerja enzim juga akan meningkat. Tetapi ada batas maksimalnya. Untuk hewan misalnya, batas tertinggi suhu adalah 40ºC. Bila suhu di atas 40ºC, enzim tersebut akan menjadi rusak. Sedangkan untuk tumbuhan batas tertinggi suhunya adalah 25ºC.
2. pH
Pengaruh pH terhadap suatu enzim bervariasi tergantung jenisnya. Ada enzim yang bekerja secara optimal pada kondisi asam. Ada juga yang bekerja secara optimal pada kondisi basa.
Pengaruh pH terhadap suatu enzim bervariasi tergantung jenisnya. Ada enzim yang bekerja secara optimal pada kondisi asam. Ada juga yang bekerja secara optimal pada kondisi basa.
3. Konsentrasi substrat
Semakin tinggi konsentrasi substrat, semakin meningkat juga kerja enzim tetapi akan mencapai titik maksimal pada konsentrasi tertentu.
Semakin tinggi konsentrasi substrat, semakin meningkat juga kerja enzim tetapi akan mencapai titik maksimal pada konsentrasi tertentu.
4. Konsentrasi enzim
Semakin tinggi konsentrasi enzim, semakin meningkat juga kerja enzim.
Semakin tinggi konsentrasi enzim, semakin meningkat juga kerja enzim.
5. Adanya aktivator
Aktivator merupakan zat yang memicu kerja enzim.
Aktivator merupakan zat yang memicu kerja enzim.
6. Adanya
inhibitor
Inhibitor merupakan zat yang menghambat kerja enzim. Inhibitor ini terdiri dari :
Inhibitor merupakan zat yang menghambat kerja enzim. Inhibitor ini terdiri dari :
ü Hambatan Reversibel
Yang disebabkan oleh terjadinya proses destruksi atau
modifikasi sebuah gugus fungsi atau lebih yang terdapat pada molekul enzim. Hambatan reversible dapat berupa hambatan
bersaing dan hambatan tidak bersaing. Hambatan bersaing disebabkan karena
adanya molekul yang mirip dengan substrat, yang dapat pula membentuk kompleks
yaitu kompleks enzim inhibitor (EI), sedang hambatan tidak bersaing ini tidak
dipengaruhi oleh besarnya konsentrasi substrat dan inhibitor yang melakukannya
disebut inhibitor tidak bersaing.
ü Hambatan tidak Reversibel
Hambatan tidak reversible ini terjadi karena inhibitor
bereaksi tidak reversible dengan bagian tertentu pada enzim, sehingga mengakibatkan
berubahnya bentuk enzim.
ü Hambatan Alosterik
Hambatan ruang karena enzim tersebut tidak berbentuk
hiperbola seperti enzim – enzim ang lain tetapi akan terjadi grafik yang
berbentuk sigmoida.
C.
Enzim – Enzim Dalam Organ Pencernaan Hewan
Ruminansia
1. Mulut
Mulut
merupakan organ pencernaan yang pertama bertugas dalam proses pencernaan
makanan. Fungsi utama mulut adalah untuk menghancurkan makanan sehingga
ukurannya cukup kecil untuk dapat ditelan ke dalam perut. Mulut dapat menghaluskan
makanan karena di dalam mulut terdapat gigi dan lidah. Gigi berfungsi
menghancurkan makanan. Adapun fungsi lidah adalah membolak-balikan makanan
sehingga semua makanan dihancurkan secara merata. Selain itu, lidah berfungsi
membantu menelan makanan. Gigi dan lidah termasuk alat pemroses pencernaan
secara mekanis. Selain mencerna makanan secara mekanis, di mulut juga terjadi
pencernaan secara kimiawi. Pencernaan secara kimiawi dimungkinkan karena
kelenjar air liur menghasilkan ludah yang mengandung air, lendir, dan enzim
ptialin. Air dan lender berguna untuk
melumasi rongga mulut dan membantu proses menelan. Adapun enzim ptialin
mengubah amilum menjadi karbohidrat yang lebih sederhana, yaitu maltosa. Cobalah
kunyah nasi putih dalam waktu yang cukup lama. Bagaimanakah rasa nasi tadi?
Setelah dikunyah di mulut beberapa lama, nasi terasa agak manis, bukan? Hal
tersebut dapat terjadi karena sebagian amilum pada nasi terurai menjadi maltosa
yang rasanya agak manis. Oleh karena
itu, nasi terasa sedikit manis setelah dikunyah agak lama. Dalam mulut selain
terdapat gigi juga terdapat lidah. Lidah merupakan indra pengecap yang kita
miliki. Karena lidahlah kamu dapat merasakan nikmatnya makanan. Walaupun rasa
sesungguhnya hanya dirasakan selama makanan ada di mulut, namun rasa akan
meningkatkan selera makan. Tanpa adanya rasa kamu akan cenderung tidak nafsu
makan. Hal ini dapat kamu rasakan sendiri. Jika ada makanan yang enak, kamu akan makan dengan
lahap dan banyak. Sebaliknya, jika makanan terasa tidak enak, kamu akan
cenderung malas memakannya atau hanya memakan sedikit saja. Oleh karena itu,
kamu patut bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberimu lidah
sehingga kamu dapat merasakan nikmatnya makanan.
2. Kerongkongan
Setelah dikunyah di mulut, makanan
ditelan agar masuk ke lambung melalui suatu saluran yang disebut kerongkongan.
Kerongkongan atau esofagus berfungsi menyalurkan makanan dari mulut ke lambung.
Di dalam lehermu sesungguhnya terdapat dua saluran, yaitu kerongkongan
(letaknya di belakang) dan tenggorokan atau trakea (letaknya di depan). Kerongkongan
merupakan saluran pencernaan yang menghubungkan antara mulut dengan lambung.
Tenggorokan merupakan saluran pernapasan yang menghubungkan antara rongga mulut
dengan paru-paru. Oleh karena itu, di bagian dalam mulut terdapat persimpangan
dua saluran yang dijaga oleh sebuah klep yang disebut epiglotis. Pada waktu
bernapas, klep tersebut membuka sehingga udara dapat masuk ke tenggorokan.
Sewaktu menelan makanan, klep tersebut akan menutup tenggorokan sehingga makanan
tidak masuk ke tenggorokan. Jadi, klep tersebut berfungsi menjaga kerja antara
kerongkongan dan tenggorokan agar proses pencernaan dan pernapasan dapat
berjalan dengan lancar. Pada saat melewati kerongkongan, makanan didorong masuk
ke lambung oleh adanya gerak peristaltik otot-otot kerongkongan. Hal ini
dikarenakan dinding kerongkongantersusun atas otot polos yang melingkar dan memanjang
serta berkontraksi secara bergantian. Akibatnya, makanan berangsur-angsur
terdorong masuk ke lambung. Di
kerongkongan makanan hanya lewat saja dan tidak mengalami pencernaan.
3. Lambung
Lambung merupakan alat pencernaan yang berbentuk kantung. Dinding lambung
tersusun dari otot-otot yang memanjang, melingkar, dan menyerong. Hal ini
memungkinkan makanan yang masuk ke dalam lambung dibolak-balik dan diremas lagi
sehingga menjadi lebih halus. Makanan yang dikunyah di mulut belumlah cukup
halus. Oleh karena itu, perlu dihaluskan lagi di lambung. Agar lambung kamu
tidak bekerja terlalu berat, sebaiknya kamu mengunyah makananmu sampai halus
benar sebelum menelannya. Selain mencerna makanan secara mekanis,
lambung juga mencerna makanan secara kimiawi. Lambung menghasilkan suatu cairan
yang mengandung air, lendir, asam lambung (HCl), serta enzim renin dan
pepsinogen. Karena sifatnya yang asam, cairan lambung dapat membunuh kuman yang
masuk bersama makanan. Sementara itu, enzim renin akan menggumpalkan protein
susu yang ada dalam air susu sehingga dapat dicerna lebih lanjut. Pepsinogen
akan diaktifkan oleh HCl menjadi pepsin yang berfungsi memecah protein menjadi
pepton.
4. Usus Halus
Setelah dicerna di lambung makanan akan
masuk ke usus halus. Usus halus terdiri atas tiga bagian, yaitu usus dua belas
jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum). Usus dua
belas jari dan usus kosong berperan penting dalam pencernaan makanan secara
kimiawi. Di usus dua belas jari ini kantong empedu dan pankreas mengeluarkan
cairan pencernaannya. Empedu yang dihasilkan oleh kantong empedu akan berperan
dalam pencernaan lemak dengan cara mengemulsikan lemak sehingga dapat dicerna
lebih lanjut. Cairan pankreas mengandung enzim-enzim pencernaan penting, yaitu tripsinogen,
amilase, dan lipase. Tripsinogen diaktifkan oleh enterokinase menjadi tripsin
yang berfungsi mencerna protein menjadi asam amino. Amilase akan mencerna
amilum menjadi glukosa, sedangkan lipase mencerna lemak menjadi asam lemak dan
gliserol. Selain enzim-enzim tersebut usus halus juga menghasilkan enzim-enzim
lain yang membantu pencernaan makanan, seperti peptidase dan maltase. Secara sederhana
proses pencernaan secara kimiawi yang terjadi di usus halus dapat diringkas
sebagai berikut. Pencernaan makanan berakhir di ileum. Di sini makanan yang
telah dicerna akan diserap dinding ileum. Glukosa, asam amino, mineral, dan vitamin
akan diserap melalui pembuluh darah dinding ileum. Adapun asam lemak dan
gliserol akan diserap melalui pembuluh getah bening. Pembuluh getah bening ini
pada akhirnya akan bermuara pada pembuluh darah sehingga sari-sari makanan dapat
diedarkan ke seluruh tubuh.
5. Usus Besar
Zat-zat
yang tidak diserap usus halus selanjutnya akan masuk ke usus besar atau kolon.
Di usus besar ini terjadi penyerapan air dan pembusukan sisa-sisa makanan oleh
bakteri pembusuk. Pembusukan dilakukan oleh bakteri yang hidup di usus.
Akhirnya sisa makanan akan dikeluarkan
dalam bentuk kotoran (feces) melalui anus. Pada usus besar terdapat bagian yang
disebut usus buntu. Pada manusia, fungsi usus buntu tidak jelas. Pada
hewan-hewan pemakan tumbuhan, seperti kelinci dan marmot, usus buntu membantu
mencerna selulosa. Enzim
selulase yang dihasilkan oleh bakteri ini tidak hanya berfungsi untuk mencerna
selulosa menjadi asam lemak, tetapi juga dapat menghasilkan bio gas yang berupa
CH4 yang dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif.
6. Anus
Rektum adalah sebuah ruangan yang
berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus.
Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon
desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka
timbul keinginan untuk buang air besar.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lainnya dari usus. Suatu cincin berotot (sfingter ani) menjaga agar anus tetap tertutup.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lainnya dari usus. Suatu cincin berotot (sfingter ani) menjaga agar anus tetap tertutup.
D.
Enzim –
Enzim Dalam Organ Pencernaan Hewan NonRuminansia
Enzim Dalam Sistem Pencernaan Makanan Babi
Enzim
|
Tempat utama
|
Substrat
|
Hasil akhir
|
Ptyalin
(amylase air ludah)
|
Air ludah
|
Pati
|
Dextrin,
maltosa
|
Lipase lambung
|
Getah lambung
|
Lemak
|
Asam-asam
lemak, gliserol
|
Pepsin
(protease)
|
Getah lambung
|
Protein
|
Proteosa,
pepton
|
Rennein
|
Getah lambung
|
Kasein
|
parakasein
|
Amilopepsin
(amylase pankreas)
|
Getah pankreas
|
Pati, dextrin
|
Dextrin,
maltose
|
karboxipeptidase
|
Getah pankreas
|
Peptide
|
Asam-asam
amino
|
Steapsin
(lipase pankreas)
|
Getah pankreas
|
Lemak
|
Asam-asm
lemak, gliserol
|
Tripsin
dan
khimotripsin (proteosa pankreas)
|
Getah pankreas
|
Protein,
proteosa, pepton, peptide
|
Glukosa,
galaktosa
|
Lactase
|
Usus halus
|
Laktosa
|
Glukosa
|
Maltase
|
Usus halus
|
Maltose
|
Nukleosida,
asam fosfor
|
nukleosidase
|
Usus halus
|
Mononukleotida
|
Purin,
pirimidin, pentose
|
nukleosidase
|
Usus halus
|
Nukleotida
|
Asam-asam
amino
|
Peptidase-peptidase
(erepsin)
|
Usus halus
|
Peptide
|
Glukosa,
fruktosa
|
Polinukleotidase
|
Usus halus
|
Asam nukleat
|
Mononukleotida
|
Sukrase
(invertase)
|
Usus halus
|
Sukrosa
|
Glukosa,
fruktosa
|
Enzim Pencernaan yang utama
Golongan dan nama enzim
|
Kelenjar penghasil
|
Nutrien yang dicerna
|
Hasil Pencernaan
|
Amilolitik
|
|
|
|
Amilase saliva
|
Salivarius
|
Pati, glikogen, dekstrin
|
Dekstrin, dekstrin, maltosa
|
Amilase pancreas
|
Pankreas
|
Pati, dekstrin
|
Maltosa, maltosa
|
Maltase saliva
|
Salivarius
|
Maltosa
|
Glukosa
|
Maltase pankreas
|
Pankreas
|
Maltosa
|
Glukosa
|
Laktase
|
Dinding usus kecil
|
Laktosa
|
Glukosa, galaktosa
|
Sukrase
|
Dinding usus kecil
|
Sukrosa
|
Glukosa, fruktosa
|
Oligoglukosidase
|
Dinding usus kecil
|
Oligosakarida
|
Monosakarida (campuran)
|
Lipolitik
|
|
|
|
Lipase saliva
|
Salivarius
|
Trigliserida
|
Asam
lemak, mono dan digliserida
|
Lipase pankreas
|
Pankreas
|
Trigliserida
|
Asam
lemak, mono dan digliserida
|
Lesitinase A
|
Pankreas, dinding usus kecil
|
Resitin
|
Asam lemak bebas
|
Proteolitik
|
|
|
|
Pepain “)
|
Dinding lambung
|
Protein
|
Proteosa, polipeptida, peptida
|
Rennin “)
|
Dinding lambung
|
Protein (kasein)
|
Ca kaseinat
|
Tripsin “)
|
Pankreas
|
Protein, proteosa, polipeptida,
peptida
|
Hasil
perantara pecahan protrin, asam amino
|
Khimotripain “)
|
Pankreas
|
Polipeptida
|
Peptida
|
Karboksipeptidase “)
|
pankreas
|
Peptida
|
Asam amino
|
Aminopeptidase “)
|
Dinding usus
|
Peptida
|
Asam amino
|
Dipeptidase
|
Dinding usus
|
Dipeptida
|
Asam amino
|
Nuklease
|
Pankreas, dinding usus
|
Asam nukleat
|
Nukleotida
|
Nukleotidase
|
Dinding usus
|
Nukleotida
|
Purindanromidin, asam fosfat,
gutapentosa
|
E.
Peran enzim dalam industri pakan ternak
Terdapat empat type enzim yang
mendominasi pasar pakan ternak saat ini yaitu enzim untuk memecah serat,
protein, pati dan asam pitat (Sheppi,
2001).
1. Enzim Pemecah Serat
Keterbatasan utama dari
pencernaan hewan monogastrik adalah bahwa hewan-hewan tersebut tidak
memproduksi enzim untuk mencerna serat. Pada ransum makanan ternak yang terbuat
dari gandum, barley, rye atau triticale (sereal viscous utama), proporsi
terbesar dari serat ini adalah arabinoxylan dan ß-glucan yang larut dan tidak
larut (White et al., 1983; Bedford dan Classen, 1992 diacu oleh Sheppy,
2001). Serat yang dapat larut dan meningkatkan viskositas isi intestin
yang kecil, mengganggu pencernaan nutrisi dan karena itu menurunkan pertumbuhan
hewan.
Kandungan serat pada
gandum dan barley sangat bervariasi tergantung pada varitasnya, tempat tumbuh,
kondisi iklim dan lain-lain. Hal ini dapat menyebabkan variasi nilai nutrisi
yang cukup besar di dalam ransum makanan. Untuk memecah serat,
enzim-enzim xylanase dan ß-glucanase) dapat menurunkan tingkat variasi nilai
nutrisi pada ransum dan dapat memberikan perbaikan dari pakan ternak sekaligus
konsistensi responnya pada hewan ternak. Xylanase dihasilkan oleh
mikroorganisme baik bakteri maupun jamur.
Penelitian pemanfaatan
xilanase untuk membuat ransum ayam boiler telah dilakukan oleh Van Paridon et
al. (1992), dengan melihat penga-ruhnya terhadap berat yang dicapai dan
efisiensi konversi makanan ser-ta hubungannya dengan viskositas pencernaan. Hal
yang sama juga di-lakukan oleh Bedford dan Classen (1992), yang melaporkan
bahwa ransum makanan ayam boiler yang diberi xilanase yang berasal dari T.longibrachiatum
mampu mengurangi viskositas pencernaan, sehingga meningkatkan
pencapaian berat dan efisiensi konversi makanan.
Pius P
Ketaren, T. Purwadaria dan A. P Sinurat dari Balai Penelitian Ternak, Bogor,
juga melakukan penelitian yang bertujuan untuk melihat pengaruh suplementasi
enzim pemecah serat kasar terhadap penampilan ayam pedaging. Suplementasi
diberikan dengan menambahkan enzim xilanase kedalam ransum basal dedak atau
polar. Penelitian ini menggunakan 120 anak ayam pedaging umur sehari yang dialokasikan
secara acak kedalam 20 kandang yang masing-masing berisi 6 ekor. Ayam-ayam
tersebut dikenai 4 perlakuan. Perlakuan I, ayam diberi ransum basal 30% dedak
(RBD). Perlakuan II, ransum RBD + 0,01% enzim xilanase (RBD + E). Perlakuan III
diberi ransum basal 30% polar (RBP) dan perlakuan IV dengan ransum RBP + 0,01%
enzim xilanase (RBP + E). Setiap perlakuan diulang 5 kali dan tiap ulangan
terdiri dari 6 ekor. Seluruh kandang/pen ditempatkan dalam bangunan tertutup
yang dilengkapi dengan lampu penerang, pemanas dan pengatur sirkulasi udara,
yang diatur sesuai dengan kebutuhan. Sedangkan ransum dan air minum disediakan
secara tak terbatas. Anak ayam juga divaksin pada umur 4 dan 21 hari untuk
mencegah ND dan pada umur 14 hari untuk mencegah Gumboro. Konsumsi ransum,
pertambahan bobot badan (PBB), feed conversion ratio (FCR) dan mortalitas
digunakan sebagai parameter dan diukur setiap minggu selama 5 minggu perlakuan.
Hasil
riset memperlihatkan PBB ayam pedaging yang diberi ransum basal polar dengan
suplementasi enzim cenderung tumbuh lebih cepat dibanding ayam pedaging yang memperoleh
ransum lain. Dalam penelitian ini, suplementasi enzim xilanase sebanyak 0,01%
kedalam ransum basal dedak maupun polar tidak berpengaruh negatif terhadap
penampilan broiler. Hal ini tampak dari tidak adanya mortalitas selama
penelitian berlangsung. FCR ayam pedaging yang diberi ransum basal polar dengan
suplementasi enzim secara nyata lebih baik dibanding ransum FCR ayam pedaging
yang diberi ransum lain.
Berdasarkan
penampilan ayam pedaging tersebut terlihat bahwa suplementasi enzim kedalam
ransum basal polar mampu meningkatkan efisiensi penggunaan ransum
sekitar 4%, sebaliknya suplementasi enzim kedalam ransum basal dedak tidak
mampu memperbaiki efisiensi penggunaan ransum ayam pedaging. Ini membuktikan
bahwa enzim xilanase yang digunakan dalam penelitian ini lebih efektif apabila
digunakan pada polar, yang diketahui mengandung lebih banyak
xilan/pentosan atau glucan dibanding dedak.
Peningkatan
penampilan ayam pedaging yang diberi ransum basal polar dengan suplementasi
enzim xilanase ini, kemungkinan juga berkaitan dengan peningkatan kecernaan
protein dan lemak disamping kenaikan kecernaan serat kasar. Dengan peningkatan
kecernaan gizi dan pertumbuhan unggas tersebut, dapat mendorong peningkatan
penggunaan bahan pakan lokal yang tersedia di dalam negeri. Kondisi ini
diharapkan akan mampu meningkatkan kemandirian perunggasan nasional ( www.poultryindonesia.com)
2. Enzim Pemecah Protein
Berbagai bahan mentah
yang digunakan sebagai bahan pakan ternak mengandung protein. Terdapat variasi kualitas dan kandungan protein yang cukup besar dari bahan
mentah yang berbeda. Dari sumber bahan protein primer seperti
kedelai, beberapa faktor anti nutrisi seperti lectins dan trypsin inhibitor
dapat memicu kerusakan pada permukaan penyerapan, karena ketidaksempurnaan
proses pencernaan. Selain itu belum berkembangnya sistem pencernaan pada
hewan muda menyebabkan tidak mampu menggunakan simpanan protein yang besar di
dalam kedelai (glycin dan ß-conglycinin).
Penambahan protease
dapat membantu menetralkan pengaruh negatif dari faktor anti-nutrisi berprotein
dan juga dapat memecah simpanan protein yang besar menjadi molekul yang kecil
dan dapat diserap.
3. Enzim pemecah Pati
Jagung merupakan sumber
pati yang sangat baik sehingga para ahli gizi menyebutnya sebagai bahan mentah
standard emas. Sebagian besar ahli gizi tidak mempertimbangkan pencernaan
jagung adalah jelek: kenyataannya bahwa 95 % dapat dicerna. Namun
hasil penelitian Noy dan Sklan (1994) yang diacu oleh Sheppi (2001), pati hanya
dicerna tidak lebih dari 85 % pada ayam broiler umur 4 dan 21 hari.
Penambahan enzim amylase pada makanan ayam dapat membantu mencerna pati lebih
cepat di intestin yang kecil dan pada gilirannya dapat memperbaiki kecepatan
pertumbuhan karena adanya peningkatan pengambilan nutrisi.
Pada masa aklimatisasi,
anak ayam sering menderita shok karena perubahan nutrisi, lingkungan dan status
imunitasnya. Penambahan amilase, biasanya juga bersamaan dengan
penambahan enzim lain, untuk meningkatkan produksi enzim endogeneous telah
terbukti dapat memperbaiki pencernaan nutrisi dan penyerapannya.
4. Enzim Pemecah Asam pitat
Phospor merupakan unsur
esensial untuk semua hewan, karena diperlukan untuk mineralisasi tulang,
imunitas, fertilitas dan juga pertumbuhan. Swine dan Unggas hanya dapat
mencerna Phospor dalam bentuk asam pitat yang terdapat dalam sayur sekitar
30-40 %. Phospor yang tidak dapat dicerna akan keluar bersama kotoran
(feces) dan menimbulkan pencemaran. Enzim pytase dapat memecah asam pytat, maka
penambahan enzim tersebut pada pakan ternak akan membebaskan lebih banyak
phospor yang digunakan oleh hewan.
Enzime phytase banyak
dikenal dapat menghilangkan pengaruh anti nutrisi asam phitat. Penggunaan
enzime phytase dalam pakan akan mengurangi keharusan penambahan
sumber-sumber fosfor anorganik mengingat fosfor asal bahan baku
tumbuhan terikat dalam asam phitat yang mengurangi ketersediaannya dalam pakan.
Padahal suplementasi fosfor anorganik misalnya mengandalkan di calcium
phosphate maupun mono calcium phosphate relatif mahal belakangan ini. Di
samping itu, fosfor yang terikat dalam asam phitat yang tidak bisa dicerna
sempurna oleh sistem pencernaan hewan monogastrik akan ikut dalam feses dan
menjadi sumber polutan yang berpotensi mencemari tanah. Fosfor adalah tidak
terurai dalam tanah sehingga dalam jangka panjang, pembuangan feses dengan
kandungan fosfor tinggi akan menimbulkan masalah bagi tanah.
Terdapat dua keuntungan
menggunakan phytase dalam pakan ternak yaitu (1) pengurangan biaya pakan dari
pengurangan suplemen P pada makanan dan (2) pengurangan polusi dari
berkurangnya limbah melalui feces.
Phytase dapat dibagi
menjadi 2 golongan besar yaitu 6-phytase dan 3-phytase. Penggolongan ini
berdasarkan pada tempat awal molekul phytat dihidrolisis. 6-phytase
umumnya ditemukan dalam tanaman, sedangkan 3-phytase dihasilkan oleh jamur
(mikroorganisme) (Dvorakova, 1998, diacu oleh Maenz, 2001).
1. Phytase Tanaman
Hampir semua
tanaman mempunyai aktivitas phytase namun jumlah dan aktivitasnya sangat
bervariasi cukup besar antar tanaman. Eeckhout dan De Paepe (1994) telah
mengevaluasi level phytase pada 51 feedstuffs yang digunakan di Belgia dan
menyimpulkan bahwa aktivitas phytase terdapat pada biji sereal seperti rye,
triticale, gandum, barley sedangkan feedstuff lainnya termasuk kedelai
mengandung aktivitas phytase yang sangat rendah (Maenz, 2001). Kandungan
P pada wheat untuk makanan unggas berkisar 45 sampai 70 % (Barrier-Guillot et
al, 1996, diacu oleh Maenz, 2001). Lebih lanjut Barrier-Guillot et al., 1996)
mengukur aktivitas phytase pada 56 contoh gantung yang tumbuh di Perancis tahun
1992 dan mendapatkan variasi aktivitas phytase antara 206 sampai 775 mU per
gram.
Studi yang
dilakukan oleh Kemme et al., (1998) diacu oleh Maenz (2001) terhadap degradasi
asam pitat pada pencernaan babi (pigs) menunjukkan bahwa, bila diberi makan
jagung, maka tingkat degradasinya adalah 3 %, phytase pada jagung 91 unit/kg,
diberi makan campuran jagung-barley, tingkat degradasinya 31 %, phytase pada
campuran gandum-barley 342 unit/kg dan jika diberi makan campuran
gandum-barley, tingkat degradasinya 47 %, kandungan phytase pada campuran ini
adalah 1005 unit/kg. Studi ini menunjukkan bahwa tingginya kandungan
phytase pada gandum dan barley dapat membantu meningkatkan tingkat kecernaan
asam phytat pada hewan.
2. Phytase Mikroorganisme
Enzime
hydrolitik yang menguraikan asam phytat dihasilkan oleh berbagai macam mikroorganisme.
Dvorakova (1998) yang diacu oleh Maenz (2001) mengatakan bahwa ada 29 jenis
jamur, bakteri dan ragi yang menghasilkan enzime phytase. Dari 29 jenis
tersebut, 21 jenis diantaranya menghasilkan enzime phytase extraceluler.
Strain jamur Aspergilus niger menghasilkan aktivitas phytase
extraseluler yang tinggi (Volfova et al., 1994) yang diacu oleh Maenz (2001)
KESIMPULAN
1.
Enzim
adalah biomolekul yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi
tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia.
2.
Ada dua
teori yang menjelaskan
mengenai cara kerja enzim yaitu: teori kunci dan gembok dan teori ketepatan induksi
3.
Ada banyak
faktor yang mempengaruhi kerja enzim, yaitu: suhu, ph, Konsentrasi substrat, konsentrasi enzim, adanya aktivator dan adanya inhibitor.
4.
Enzim
– Enzim Dalam Organ Pencernaan Hewan Ruminansia
a. Didalam
mulut, ludah yang mengandung air, lendir, dan enzim ptialin yang mengubah
amilum menjadi karbohidrat yang lebih sederhana, yaitu maltose.
b. Lambung
menghasilkan suatu cairan yang mengandung air, lendir, asam lambung (HCl),
serta enzim renin dan pepsinogen. Enzim renin akan menggumpalkan protein susu
yang ada dalam air susu sehingga dapat dicerna lebih lanjut. Pepsinogen akan
diaktifkan oleh HCl menjadi pepsin yang berfungsi memecah protein menjadi
pepton.
c. Usus
halus, Pencernaan makanan berakhir
di ileum. Di sini makanan yang telah dicerna akan diserap dinding ileum.
Glukosa, asam amino, mineral, dan vitamin akan diserap melalui pembuluh darah
dinding ileum. Adapun asam lemak dan gliserol akan diserap melalui pembuluh
getah bening. Pembuluh getah bening ini pada akhirnya akan bermuara pada
pembuluh darah sehingga sari-sari makanan dapat diedarkan ke seluruh tubuh
5.
Terdapat empat type enzim yang mendominasi pasar
pakan ternak saat ini yaitu enzim untuk memecah serat, protein, pati dan asam pitat
.
DAFTAR PUSTAKA
Maenz,
D.D. 2001. Enzimatic Characteristics of Phytases as they Relate to Their
Use in Animal Feeds. In Enzimes in Farm Animal Nutrition. Bedford, MR and GG
Patridge (Eds). CABI Publishing. UK
PoultryIndonesia.Com.
Tingkatkan Performa Ayam Dengan enzim Xilanase. www.poultryindonesia.com
Sheppy,
C. 2001. The Current Feed Enzyme Market and Likely Trends. In
Enzimes in Farm Animal Nutrition. Bedford, MR and GG Patridge (Eds).
0 komentar:
Posting Komentar